Welcome

Terima Kasih Telah Mengunjungi Blogs Saya

Minggu, 15 April 2012

SIA Perbankan


Sistem Bank diklasifikasikan sebagai “hybrid” sistem, yang menyediakan operasi akuntansi dasar, bank dukungan software sistem informasi keputusan, produk perbankan offline (asuransi, usaha pengelolaan keuangan rencana) diimplementasikan dan dilaksanakan pada jaringan intra-kantor untuk melayani pelanggan. Bank accounting systems are under state and federal regulatory agencies to ensure the accuracy and integrity of bank accounting systems. sistem akuntansi Bank berada di bawah peraturan negara bagian dan federal instansi untuk memastikan keakuratan dan integritas sistem akuntansi bank.
Sistem General Ledger
Buku besar merupakan inti pengolahan akun dan sistem informasi di bidang perbankan.. Buku besar adalah catatan diakses untuk melakukan transaksi rekening. Ini catatan setiap transaksi, yang interface dengan penunjukan rekening. Sebuah buku besar bank umum dapat sedikit berbeda dari buku besar industri modern umum karena aturan kepatuhan tertentu yang ditetapkan oleh Federal Reserve Bank (FRB) dan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). Perbankan sistem buku besar beroperasi pada perangkat lunak.
Aplikasi Akuntansi Pinjaman
Bank membuat sebagian besar uang mereka melalui pinjaman dan investasi. Melalui pinjaman lunak akuntansi, personel bank dapat memproses Banks make the majority of their money through loans and bentuk dan dokumen yang diperlukan untuk membuat keputusan pada berdiri kredit pelangganSisi manajerial aplikasi akuntansi pinjaman manajer dapat mengakses data untuk memeriksa portofolio pinjaman bank, hasilkan pemeriksaan kepatuhan untuk auditor dan rekening melacak kerugian kredit cadangan.
Aplikasi Rekening Nasabah
Akun Pelanggan menyediakan aplikasi pengidentifikasi unik kunci utama untuk menghubungkan informasi pelanggan ke nomor rekening yang diberikan oleh sistem informasi selama pembuatan account. Rekening pelanggan dipertahankan pada sistem dan dirujuk oleh nomor rekening, yang diadakan di sebuah lapangan di buku besar. Nomor rekening nasabah adalah link untuk pelanggan untuk berinteraksi dengan aplikasi perbankan online dan offline sistem. Customer account information is also the basis for transaction exception reporting for various customer account issues. informasi account Nasabah juga merupakan dasar pelaporan transaksi kecuali untuk masalah account berbagai pelanggan.
AplikasiInternetBanking
volusi terbaru dalam sistem informasi bank yang berbasis aplikasi web yang mendukung internet banking. Internet banking program antarmuka dengan sistem informasi akuntansi melalui server web atau portal dengan situs atau halaman melakukan peran sebagai sebuah template atau “titik akses.” Melalui web server yang aman-, pelanggan dapat melakukan tindakan, yang dapat mempengaruhi, memperbarui atau mengubah status buku besar. Manajemen analisis laporan yang berkaitan dengan Internet banking, seperti berapa banyak pelanggan yang menggunakan Internet untuk deposito, transfer dan lainnya produk perbankan akses. aplikasi perbankan internet juga digunakan untuk pemasaran online produk bank melalui perangkat lunak pemasaran diciptakan untuk lembaga bank.

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank (CAMELS)


Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.
Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi Bank. Perubahan eksposur risiko Bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko Bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi Bank secara keseluruhan.
Perkembangan metodologi penilaian kondisi Bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan Bank harus diatur kembali agar lebih mencerminkan kondisi Bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Pengaturan kembali tersebut antara lain meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kualitatif dan kuantitatif) dan penambahan faktor penilaian.
Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan Bank.
Untuk hal tersebut Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/ 23 /DPNP Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Tingkat Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank melalui Penilaian Kuantitatif dan atau Penilaian Kualitatif terhadap faktor-faktor Capital, Asset Quality, Management, earning, liquidity dan sensitivity to market risk yang disingkat CAMELS.
Penilaian terhadap faktor tersebut secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :
1. permodalan (capital);
Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. kecukupan, komposisi, dan proyeksi (trend ke depan) permodalan serta kemampuan permodalan Bank dalam mengcover aset bermasalah;
b. kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
2. kualitas aset (asset quality);
Penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. kualitas aktiva produktif, konsentrasi eksposur risiko kredit, perkembangan aktiva produktif bermasalah, dan kecukupan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);
b. kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review) internal, sistem dokumentasi, dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
3. manajemen (management);
Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. kualitas manajemen umum dan penerapan manajemen risiko;
b. kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4. rentabilitas (earning);
Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. pencapaian return on assets (ROA), return on equity (ROE), net interest margin (NIM), dan tingkat efisiensi Bank;
b. perkembangan laba operasional, diversifikasi pendapatan, penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan prospek laba operasional.
5. likuiditas (liquidity);
Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. rasio aktiva/pasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR), proyeksi cash flow, dan konsentrasi pendanaan;
b. kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management / ALMA), akses kepada sumber pendanaan, dan stabilitas pendanaan.
6. sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk)
Penilaian terhadap faktor sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
a. kemampuan modal Bank dalam mengcover potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan nilai tukar;
b. kecukupan penerapan manajemen risiko pasar.
Untuk penetapan peringkat setiap komponen dilakukan perhitungan dan analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan dengan mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap komponen yang dinilai.
Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap faktor ditetapkan Peringkat Komposit (composite rating) sebagai berikut:
a. Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan bahwa Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan;
b. Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan bahwa Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan namun Bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin;
c. Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan bahwa Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank tidak segera melakukan tindakan korektif;
d. Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan bahwa Bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
e. Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan bahwa Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

Mengenal iB, Gaya Hidup Baru Berbanking


Ikon baru ini sebenarnya sudah muncul lebih dari 2 tahun lalu. Tepatnya 2 Juli 2007. Ikon baru itu adalah iB (kita membacanya: ai-Bi), singkatan dari Islamic Banking. iB dipopulerkan sebagai penanda identitas bersama industri perbankan syariah di Indonesia.
Sosialisasi iB sebagai ikon pencitraan (image building) terhadap industri perbankan syariah ini penting, meski cukup terlambat. Hal ini mengingat meskipun bank syariah sudah berdiri sejak 1992 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia untuk pertama kali, namun hingga kini perkembangan perbankan syariah di Indonesia — meski sudah menggembirakan, tetapi  kurang maksimal.
Bahkan tidak kurang, Hermawan Kertajaya, pakar marketing dan juga anggota Komite Perbankan Syariah itu mengatakan bahwa iB: Beyond Banking merupakan ikon baru yang menyentak perhatian banyak orang di tengah simbol-simbol modern lain semisal iPhone, iPod, iMate, yang semuanya menjanjikan lifestyle yang personal, easy life, serba cepat, efisien, dan mobile. Karena itu, hadirnya iB memberi harapan terhadap peningkatan penawaran layanan perbankan syariah di Indonesia yang lebih beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariasi. Setiap individu dengan berbagai kebutuhan keuangannya yang khas karenanya bisa mendapatkan solusinya di iB.
Dengan mengenali logo iB yang dipasang pada bank-bank syariah ataupun bank-bank konvensional terkemuka yang menyediakan layanan syariah, maka layanan jasa perbankan syariah diharapkan semakin mudah diperoleh masyarakat. Sebagaimana mudahnya masyarakat mengenali logo lain, semisal Visa atau Master Card untuk layanan kartu kredit di semua merchant yang memasang logo tersebut di pintu masuk atau di meja kasir mereka.
Logo iB merupakan penanda identitas industri perbankan syariah di Indonesia, yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai utama sistem perbankan syariah yang modern, transparan, berkeadilan, seimbang dan beretika yang selalu mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan kemitraan. Dengan semakin banyaknya bank yang menawarkan produk dan jasa perbankan syariah, kehadiran logo iB akan memudahkan masyarakat untuk mengenali secara cepat dan menemukan kelebihan layanan perbankan syariah untuk kebutuhan transaksi keuangannya.
Namun iB perbankan syariah bukanlah merujuk pada nama bank tertentu. iB lebih merefleksikan kebersamaan seluruh bank-bank syariah di Indonesia untuk melayani seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Hanya untuk menyebut beberapa contoh, masyarakat dapat menemukan layanan iB antara lain pada bank-bank sebagai berikut: Bank Bukopin Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Ekspor Indonesia Syariah, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Indonesia, Bank Niaga Syariah, Bank Permata Syariah, Bank Syariah BRI, Bank Syariah Bukopin, Bank Syariah Mandiri, BII Syariah, BNI Syariah, BRI Syariah, BTN Syariah, BTPN Syariah, HSBC Syariah, BPD Syariah, BPR Syariah, dan BPD Syariah.
Branding iB sebagai perbankan yang lebih dari sekedar bank (beyond banking), kata Hermawan, akan dibentuk melalui positioning baru dari iB yang menampilkan citra bank syariah sebagai bank yang memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak: nasabah dan bank. Pencitraan baru iB mulai menampilkan wajah perbankan syariah yang kini lebih terbuka dan inklusif. Keunggulan khas iB (yaitu keberagaman produk dan kekayaan skema keuangan) bisa dirasakan oleh seluruh golongan masyarakat tanpa terkecuali.
Namun ada 4 tantangan, masih menurut Hermawan, yang harus diselesaikan oleh para praktisi iB di tanah air untuk membuktikan dirinya sanggup mendeliver apa yang dijanjikan. Keempat hal yang disebut Hermawan sebagai pekerjaan rumah itu adalah:
  1. Perlunya konsistensi komunikasi identitas baru iB sebagai perbankan yang menguntungkan nasabah dan bank, melalui promosi yang baik dan pilihan produk yang bisa diterima masyarakat.
  2. Perlunya penciptaan iklim yang kondusif untuk melakukan inovasi dan proses kreatif dalam menawarkan produk-produk perbankan yang baru dan bervariasi.
  3. Pemenuhan SDM yang lintas keilmuan, tidak hanya ahli perbankan, investasi, keuangan, sekaligus beretika dan memahami shari’ah compliancy.
  4. Dukungan teknologi yang mendukung infrastruktur iB.

Mengenal iB, Gaya Hidup Baru Berbanking


Ikon baru ini sebenarnya sudah muncul lebih dari 2 tahun lalu. Tepatnya 2 Juli 2007. Ikon baru itu adalah iB (kita membacanya: ai-Bi), singkatan dari Islamic Banking. iB dipopulerkan sebagai penanda identitas bersama industri perbankan syariah di Indonesia.
Sosialisasi iB sebagai ikon pencitraan (image building) terhadap industri perbankan syariah ini penting, meski cukup terlambat. Hal ini mengingat meskipun bank syariah sudah berdiri sejak 1992 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia untuk pertama kali, namun hingga kini perkembangan perbankan syariah di Indonesia — meski sudah menggembirakan, tetapi  kurang maksimal.
Bahkan tidak kurang, Hermawan Kertajaya, pakar marketing dan juga anggota Komite Perbankan Syariah itu mengatakan bahwa iB: Beyond Banking merupakan ikon baru yang menyentak perhatian banyak orang di tengah simbol-simbol modern lain semisal iPhone, iPod, iMate, yang semuanya menjanjikan lifestyle yang personal, easy life, serba cepat, efisien, dan mobile. Karena itu, hadirnya iB memberi harapan terhadap peningkatan penawaran layanan perbankan syariah di Indonesia yang lebih beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariasi. Setiap individu dengan berbagai kebutuhan keuangannya yang khas karenanya bisa mendapatkan solusinya di iB.
Dengan mengenali logo iB yang dipasang pada bank-bank syariah ataupun bank-bank konvensional terkemuka yang menyediakan layanan syariah, maka layanan jasa perbankan syariah diharapkan semakin mudah diperoleh masyarakat. Sebagaimana mudahnya masyarakat mengenali logo lain, semisal Visa atau Master Card untuk layanan kartu kredit di semua merchant yang memasang logo tersebut di pintu masuk atau di meja kasir mereka.
Logo iB merupakan penanda identitas industri perbankan syariah di Indonesia, yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai utama sistem perbankan syariah yang modern, transparan, berkeadilan, seimbang dan beretika yang selalu mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan kemitraan. Dengan semakin banyaknya bank yang menawarkan produk dan jasa perbankan syariah, kehadiran logo iB akan memudahkan masyarakat untuk mengenali secara cepat dan menemukan kelebihan layanan perbankan syariah untuk kebutuhan transaksi keuangannya.
Namun iB perbankan syariah bukanlah merujuk pada nama bank tertentu. iB lebih merefleksikan kebersamaan seluruh bank-bank syariah di Indonesia untuk melayani seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Hanya untuk menyebut beberapa contoh, masyarakat dapat menemukan layanan iB antara lain pada bank-bank sebagai berikut: Bank Bukopin Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Ekspor Indonesia Syariah, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Indonesia, Bank Niaga Syariah, Bank Permata Syariah, Bank Syariah BRI, Bank Syariah Bukopin, Bank Syariah Mandiri, BII Syariah, BNI Syariah, BRI Syariah, BTN Syariah, BTPN Syariah, HSBC Syariah, BPD Syariah, BPR Syariah, dan BPD Syariah.
Branding iB sebagai perbankan yang lebih dari sekedar bank (beyond banking), kata Hermawan, akan dibentuk melalui positioning baru dari iB yang menampilkan citra bank syariah sebagai bank yang memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak: nasabah dan bank. Pencitraan baru iB mulai menampilkan wajah perbankan syariah yang kini lebih terbuka dan inklusif. Keunggulan khas iB (yaitu keberagaman produk dan kekayaan skema keuangan) bisa dirasakan oleh seluruh golongan masyarakat tanpa terkecuali.
Namun ada 4 tantangan, masih menurut Hermawan, yang harus diselesaikan oleh para praktisi iB di tanah air untuk membuktikan dirinya sanggup mendeliver apa yang dijanjikan. Keempat hal yang disebut Hermawan sebagai pekerjaan rumah itu adalah:
  1. Perlunya konsistensi komunikasi identitas baru iB sebagai perbankan yang menguntungkan nasabah dan bank, melalui promosi yang baik dan pilihan produk yang bisa diterima masyarakat.
  2. Perlunya penciptaan iklim yang kondusif untuk melakukan inovasi dan proses kreatif dalam menawarkan produk-produk perbankan yang baru dan bervariasi.
  3. Pemenuhan SDM yang lintas keilmuan, tidak hanya ahli perbankan, investasi, keuangan, sekaligus beretika dan memahami shari’ah compliancy.
  4. Dukungan teknologi yang mendukung infrastruktur iB.